Rabu, 10 November 2010

Gugur Bunga "Hari Pahlawan", Mengenang Jasanya


* GUGUR BUNGA *
Pencipta Lagu : Ismail Marzuki

Betapa hatiku takkan pilu
Telah gugur pahlawanku
Betapa hatiku takkan sedih
Hamba ditinggal sendiri

Siapakah kini plipur lara
Nan setia dan perwira
Siapakah kini pahlawan hati
Pembela bangsa sejati

Reff :
Telah gugur pahlawanku
Tunai sudah janji bakti
Gugur satu tumbuh sribu
Tanah air jaya sakti

Gugur bungaku di taman hati
Di hari baan pertiwi
Harum semerbak menambahkan sari
Tanah air jaya sakti

-------------------------------------------------------------------------------------

Meretas Jejak Sang Pahlawan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Demikian idiom yang kerap kita dengar menjelang HUT Kemerdekaan, Hari Pahlawan atau ritus hari-hari besar sejenis. Namun, sungguhkah jejak para bapak republik, seperti Soekarno,

Tan Malaka, Mohamad Hatta, Syahrir, dan pejuang bangsa lainnya telah ditulis dalam historiografi Indonesia modern yang obyektif, kritis, dan kontekstual?

Soekarno misalnya, pemikir progresif dan pejuang revolusioner yang berperan penting dalam pembentukan nation-state Indonesia, jejaknya sempat "dikaburkan" dalam teks sejarah bangsa. Padahal, Soekarno adalah pejuang yang menghabiskan separuh hidupnya untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sebangun dengan gagasan Tan tentang kemerdekaan yang harus direbut melalui revolusi, Soekarno juga kerap menyeru kepada rakyatnya untuk berjuang mencapai kemerdekaan melalui tiga fondasi pokok revolusi Indonesia: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan aksi massa.

Benih-benih Nasionalisme Tumbuh di Hindia Belanda

Sejak benih-benih nasionalisme tumbuh di Hindia Belanda, Soekarno memang telah dididik menjadi seorang antikolonial sejati. Ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo, adalah seorang guru-teosof yang menginginkan anaknya menjadi seorang pejuang kemerdekaan; seperti sosok "Prabu Karna" dalam mitologi wayang Jawa.

Keinginan Raden Soekemi menjadikan Soekarno sebagai "abdi bangsa", membuatnya rela menitipkan anak ragilnya itu mondok di rumah HOS Tjokroaminoto, seorang pejuang nasionalis paling terkemuka di Jawa saat itu. Ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, wanita keturunan bangsawan Bali, adalah orang kedua yang membentuk karakter Soekarno muda menjadi seorang crusader sejati. Dari Sarinah, mbok m’ban yang sangat dikaguminya itu, Soekarno memperoleh arti penting mencintai rakyat jelata.

Rakyat jelata yang diajarkan Sarinah itu, dirumuskan ke dalam apa yang kemudian diistilahkan oleh Soekarno sebagai "Marhaenisme"; sebuah teori sosial yang ia gunakan untuk membebaskan negerinya dari cengkeraman sistem kolonial. Sebagai doktrin perjuangan yang progresif-revolusioner, Marhaenisme bertumpu pada konsep persatuan nasional dan mendasarkan kekuatannya pada sokoguru revolusi Indonesia: petani, buruh, pedagang, nelayan, pemuda, wanita dan seluruh elemen kecil yang terhisap dan termiskinkan oleh sistem kolonial (samen bundeling van arle krachten).

Dasar pembentukan karakter Soekarno kian diperkokoh oleh Tjokroaminoto yang memperkenalkan Islamisme, sosialisme, dan nasionalisme. Warisan ideologi dari pak ‘Tjok kemudian dipertajam oleh Tjipto Mangunkusumo, seorang pejuang nasionalis (pendiri Indische partij) yang menjadi guru nasionalisme kedua Soekarno. Lewat Tjipto, Soekarno memperoleh arti penting nasionalisme Indonesia yang humanis dan dinamis.

Dari Prof Hartogh—dan tokoh-tokoh Sarekat Islam kiri, seperti Semaoen, Alimin dan Darsono—ia mendalami Marxisme dan sosialisme. Keingintahuannya yang besar, dan jiwanya yang terus bergolak, memaksanya menyelam lebih dalam ke "dunia pemikiran".

Soekarno membaca ratusan buah pikir para tokoh pejuang progresif dunia, mulai dari Thommas Jafferson, George Washington, Abraham Lincoln, Otto von Bismarck, Meurabeu, Gladstone, sampai Garibaldi. Ia berdialog secara imajiner dan emosional dengan Karl Marx, Engels, Lenin, Rousseou, Voltaire, dan Danton.

Karakter politik antikolonial Soekarno terus berlanjut hingga ia mengalami masa pembuangan dan pemenjaraan, masa pendudukan Jepang, masa revolusi kemerdekaan, bahkan menelusuk jauh ke dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia "bebas-aktif—masa dimana ia telah menjadi seorang presiden dari sebuah negara merdeka. Persepsi, sikap, dan policy Bung Karno dalam mengendalikan diplomasi Indonesia bersumber dari pengalaman pahirnya selama masa perjuangan kemerdekaan dan masa-masa genting pembentukan nation-state Indonesia.

Di panggung politik internasional, Soekarno dikenal sebagai pemimpin Dunia Ketiga yang paling sering kecewa dengan kinerja PBB. Sejak awal, Soekarno tidak menyukai struktur Dewan Keamanan PBB yang terlalu didominasi kepentingan Barat (the old establishment forces/Oldefos); tanpa memperhitungkan representasi negara-negara Nefos yang sukses memelopori kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah melalui Konferensi Asia-Afrika Bandung.

To Build the World a New, pidato yang dibacakannya dihadapan para pemimpin dunia di PBB tahun 1960, berisi gugatan atas kajahatan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme dunia yang mengancam koeksistensi global, memacu perlombaan senjata, mengancam keamanan dan perdamaian dunia serta melanggengkan ketimpangan global.

Di forum tertinggi dunia itu, Soekarno sempat mengusulkan agar "Pancasila" diterima sebagai piagam PBB. Bagi Soekarno, Pancasila merupakan sublimasi ideologi yang memiliki nilai filosofis lebih tinggi dibanding Declaration of Independence-nya bangsa Amerika atau Manifesto Communist-nya bangsa Soviet-Russia.

Dalam berbagai lawatan luar negerinya, Soekarno tak pernah alfa membawa aspirasi rakyat Nefos dan kepentingan nasional Indonesia. Ketika aspirasi rakyat Nefos tidak didengar, ia segera berteriak lantang bahkan menggalang kekuatan internasional Nefos untuk menghadapi dominasi dan hegemoni Oldefos.

Penghimpunan kekuatan Nefos itu ditujukan sebagai bentuk pengintegrasian elemen-elemen Nefos secara internasional guna mewujudkan tata dunia yang lebih adil dan seimbang serta perdamaian sejati umat manusia. Bagi Soekarno, blok Barat (Amerika dan sekutunya) tak lebih dari agen-agen utama imperialisme global.

Membuat Dunia Berdecak Kagum

Sebagai aktor politik internasional yang charming dan kosmopolitan, Soekarno kerap membuat dunia berdecak kagum. Keberaniannya memarahi Presiden Dwight Eisenhower—yang terlambat menyambutnya ketika ia mengunjungi Amerika tahun 1956—adalah contoh nyata betapa ia merasa sejajar dengan pemimpin negeri adikuasa itu. John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat lainnya, justru amat mengagumi Soekarno. Kennedy menjuluki Pemimpin Besar Revolusi Indonesia itu sebagai "Thomas Jafferson dan George Whasington"-nya bangsa Indonesia.

Ketika Soekarno melakukan kunjungan ke China, pemerintah China menghormati tamu agungnya itu dengan memasang foto-foto Bung Karno sejajar dengan Mao Tse Tung, di hampir seluruh sentra-sentra strategis ibukota negara itu. Sebuah penyambutan paling akbar yang tak mungkin dilakukan Beijing untuk tamu negara lainnya. Gayanya yang kontroversial membuat media massa Amerika pada dekade 1960-an menyebutnya sebagai "tamu agung dunia abad ke-20."

Soekarno benar-benar memanfaatkan posisi Indonesia sebagai negara besar dan strategis, termasuk pesona dan daya pikatnya yang luar biasa itu, menjadi sebuah "diplomatic power" dalam konteks diplomasi internasional Indonesia. Kebijakan politik luar negeri Indonesia yang high profile ala Soekarno, tak pelak membuat suara Indonesia dan rakyat Dunia Ketiga terdengar nyaring ke seantero dunia.

Dalam urusan "bersih diri", Soekarno hingga kini tercatat sebagai pemimpin yang tak memilki secuil pun aset bisnis atau rekening di Swiss. Dalam soal "martabat bangsa", ia sosok yang berani mengatakan "tidak" di hadapan Barat. "Go to hell with your aid" adalah ungkapan terkenal Soekarno pada Amerika yang mencoba menekan Indonesia melalui diplomasi ekonomi.

Pendirian politiknya sangat kokoh dan konsisten dalam membela martabat bangsanya, termasuk harkat rakyat Dunia Ketiga. Dalam konteks politik global, Soekarno adalah tokoh yang paling vokal dalam urusan gugat-menggugat tata susun ekonomi dan politik dunia yang sarat ketidakadilan dan penghisapan.

Kebesaran Soekarno, dalam rentang kesadaran rakyatnya, tak cuma bisa dipahami sebatas logika. Ia telah menelusuk jauh ke wilayah belief, sebuah penerimaan emosional atas dirinya. Soekarno tak cuma legendaris, akan tetapi menjadi sosok yang seringkali dimaknai secara hyperreality: dimitoskan, dikultuskan, didewakan. Orang Bali meyakininya sebagai "titisan Dewa Wishnu", sementara orang Jawa melihatnya sebagai "sang Ratu Adil".

Dalam perspektif seperti inilah, pantas jika proyek de-Soekarno-isasi dan kontrol ideologi atas seluruh ajaran-ajarannya—yang pernah digalang secara masif dan sistematis oleh penguasa Orde Baru—terbukti gagal untuk mendikte kesadaran rakyat dari bayang-bayang besar seorang Soekarno; atau sang revolusioner kesepian seperti Tan Malaka.

Sosok Soekarno, Tan Malaka, dan para pejuang kemerdekaan lainnya kian relevan justru ketika ia coba dilupakan secara kolektif oleh bangsanya. Soekarno dan Tan Malaka menjadi ikon penting dan berharga sebagai referensi untuk merakit kembali bangunan kebangsaan kita yang kian goyah, setelah upaya melupakan Soekarno dan kawan-kawan seperjuangannya justru makin membuat bangsa ini kehilangan "nyali" dan "jiwa merdeka".

Dalam menapaki usia bernegara kita yang sudah memasuki usia 65 tahun ini, kita hampir tak melihat satu pun para pemimpin kita saat ini yang mampu berpikir dan bertindak seperti Soekarno. Tak terlihat adanya ikhtiar serius dari para elite bangsa untuk merancang sebuah terobosan baru yang lebih solutif, justru ketika kemerdekaan dan harga diri sebagai bangsa telah diwariskan oleh Soekarno dan para pejuang kemerdekaan lainnya.

Praktis, kini kita hanya bisa menyaksikan sebuah generasi yang bingung. Kita semua pantas menjadi ragu, mampukah kita sebagai bangsa keluar dari himpitan krisis demi krisis dengan selamat? Kita tak berharap berbagai kebijakan yang dilahirkan dari rahim generasi politik era reformasi kembali berputar ke pendulum awal: "negara kekuasaan" (machstaat); sebuah orientasi politik paling purba dalam ilmu negara. ?***

-------------------------------------------------------------------------------------

Arwah Pejuang Menangis di Hari Pahlawan

Lebih dari 138 orang tokoh yang telah ditetapkan Pemerintah RI sebagai pahlawan nasional, akan menangis di makamnya ketika peringatan Hari Pahlawan dilangsungkan di negeri tercinta ini. Betapa para pejuang itu tidak menitikkan air mata karena peringatan Hari Pahlawan tahun ini dalam suasana negara yang sedang menghadapi berbagai peristiwa dan tragedi, seperti bencana alam yang silih berganti, di Papua Barat, letusan Gunung Sinabung dan menyusul Merapi serta gempa Mentawai, Sumbar yang merenggut ratusan jiwa. Juga korupsi yang terus merajalela serta Gubernur dan Kepala Daerah yang masuk bui, menyusul pro kontra pembangunan gedung baru para dewan, serta studi banding anggota DPR ke Eropa, telah menyebabkan arwah para pejuang yang sudah memberikan darma baktinya berupa nyawa dan harta benda bersedih hati. Apalagi tentang kerusakan moral bangsa ini dan angka pengangguran di republik ini yang jumlahya terus membengkak hingga 4,1 juta orang. Pembusukan dalam berbagai hal terus terjadi dimana-mana, baik di pusat maupun di daerah. Aksi teroris juga belum tuntas serta tawuran antar warga masih tetap ada. Hukum yang seperti karet dan meningkatnya berbagai kejahatan dan pelecehan, baik terhadap anak maupun perempuan telah menyebabkan air mata para pejuang dan para pahlawan semakin berderai di makamnya.

Bersyukurlah warga Sumatera Utara karena dari lebih seratusan para pejuang yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional itu terdapat beberapa nama pejuang yang berasal dari daerah ini, yakni Abdul Harrris Nasution, Adam Malik, Tengku Amir Hamzah, Ferdinand Lumbantobing, Tengku Rizal Nurdin dan Sisingamangaraja XII, juga May jen D.I. Panjaitan. Nama mereka abadi tertulis dengan tinta emas dalam daftar para pahlawan nasional.

Sementara dari daerah Nanggroe Aceh Darussalam terdapat nama Tengku Umar, Teuku Muhammad Hasan, Tengku Dik Ditoro, Cut Nya Dien dan Cut Nayak Meutia.

Memperingati Hari Pahlawan haruslah kita cermati tentang pertempuran paling dahsyat yang terjadi di Surabaya di bulan Nopember 1945 . Lahirnya Hari Pahlwan tidak terlepas dari perang besar di Jawa Timur itu, juga pertempuran di kota-kota lainnya, tapi juga tidak dapat dipisahkan dari buah pemikiran Bung Karno sebagai pemimpin dan tokoh maupun sebagai negarawan terkemuka di negeri ini maupun di mancanegara.

Pada hakekatnya, Hari Pahlawan mengandung makna patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. Hari Pahlawan sangat sarat dengan bobot semangat pengabdian kepada rakyat,juga mencerminkan kerelaan berkorban demi kepentingan nusa dan bangsa Hari Pahlawan juga mengandung pesan moral yang terkandung dalam sumpah pemuda, Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila


Sumbangsih Etnis China untuk RI


Salah satu tokoh Pahlawan Nasional adalah Wage Rudolf Supratman sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya yang setiap acara-acara kenegaraan dikumandangkan. Teks lagu kebangsaan itu pertama sekali disosialisasikan dan dipublikasikan keseluruh pelosok nusantara di surat kabar Sin Po, sebuah koran Melayu China.

Sebelumnya pada tahun 1920-an surat kabar Sin Po mempelopori penggunaan kata Indonesia "Bumi Putera" sebagai pengganti istilah "Belanda Inlander" yang amat merendahkan martabat bangsa dan rakyat Indonesia. Bahkan seorang jurnalis Surat Kabar Sin Po ,Lie Eng Kok, adalah seorang pemuda yang paling dicari penguasa Belanda karena diduga sebagai otak penyerangan markas Belanda di Banten tahun 1926. Lie Eng Kok selama menjadi jurnalis di Sin Po, sangat akrab dengan pencipta lagu Indonesia Raya W.R.Soepratman. Sepak terjang dan perjuangan Lie untuk Indonesia sudah lama tercium oleh penguasa Belanda.

Sang jurnalis ini juga merupakan kurir yang selalu membawa berita penting tentang pergerakan Indonesia yang ada di Banten dan Jawa Tengah. Perannya sebagai kurir ini dianggap paling membahayakan kekuasaan Belanda hingga tidak henti-hentinya Belanda berusaha mengintai dan memburunya. Sampai suatu saat persembunyiannya diketahui Belanda yang kemudian menangkapnya. Tidak hanya menangkap dirinya dan menghentikan perjuangannya, tapi Lie juga harus mengalami nasib malang, ia dibuang ke Papua selama 5 tahun (1927-1932.)

Peran jurnalis untuk kemerdekaan RI tidak hanya di Koran Sin Po, tapi juga Harian MATA HARI yang dipimpin oleh Kwee Hing Tjiat. Pendiri Partai Tionghoa Indonesia Liem Koen Hian juga ikut berperan dalam perjuangan lewat surat kabar ini. Penerbitan Harian MATA HARI mendapat dukungan dari para tokoh dan pejuang Indonesia, seperti Bung Karno, Dr.Tjipto Mangunkusumo, Mr. Iwa Kusumasumantri, Drs.Moh.Hatta dan Mr.Moh.Yamin.

Tidak hanya rakyat Indonesia melulu yang pada masa penjajahan berjuang memanggul senjata untuk menegakkan kemerdekaan dan mempertahankan Negara Kesatuan RI. Dari kalangan etnis China sudah diketahui oleh umum, bahwa sumbangsih pemikiran, tenaga dan perjuangan mereka banyak memberi makna untuk kemerdekaan bangsa ini. Dan mereka tidak mengemis untuk diberi tanda jasa atau penghargaan. Mereka benar-benar rela dan ikhlas berjuang memberikan dharma bhaktinya untuk Indonesia. Demi kemerdekaan negeri tercinta ini!

Namun demikian seorang pejuang dari kalangan etnis China,Ferry Sie King Lien, dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah sebagai seorang gerilyawan yang tangguh terutama di sekitar Solo. Ferry adalah seorang gerilyawan yang gagah berani dan selalu menyebarluaskan selebaran, plakat dan seruan untuk membela tanah air di dinding-dinding pertokoan maupun tempat-tempat umum. Pemuda yang masih berusia 16 tahun ini amat piawai dalam melakukan gerilya kota. Namun serdadu Belanda senantiasa menguntit dan memburunya karena dianggap sebagai pemuda paling berani dan licin. Suatu malam,ketika kota Solo sedang gelap, satu regu serdadu Belanda berhasil memberondongnya dengan tembakan gencar hingga Ferry tersungkur dengan tubuh bersimbah darah. Ferry dimakamkan setelah Belanda meninggalkan Solo, dan akhirnya ia dimakamkan di Makam Pahlwan Taman Bahagia Jurug Solo.

Tidak banyak orang awam yang tahu, dalam peristiwa penurunan Bendara Belanda di Hotel Oranye yang amat erat kaitannnya dengan Hari Pahlawan, seorang pemuda China juga ikut berperan di sana, yakni Tony Wen.

Warga China yang amat besar sumbangsih dan dharma baktinya untuk Indonesia adalah Dr.Oei Boen Ing yang memiliki nama Indonesia Obi Darmohoesodo bergelar Kanjeng Raden Toemenggoeng. Dokter ini pernah merawat Jenderal Sudirman. (Baca Artikel tentang Dr.Oei Boen Ing, Analisa Edisi Hari Pahlawan 10 Nopember 2008).

Memenuhi Panggilan Bung Karno

Tan Kuan Lin adalah salah satu pejuang kemederkaan di era 1945 dan memenuhi panggilan Bung Karno untuk bergabung degan Angkatan Perang Pemuda Indonesia (APPI). Bersama belasan pemuda dari Etnis China, ia aktif berjuang untuk RI. Badan ini merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pang kat Tan Kuan Lin terakhir adalah Letnan Dua TNI AD dengan jabatan Kepala Seksi Perlengkapan TNI Divisi X.

Lain lagi dengan sosok Lim John Lie yang selalu melakukan pelayaran Riau - Singapura. Dari Sumatera Lim mem bawa karet dan hasil bumi lainnya diseberangkan ke Singapura dan pelayaran ini tidaklah mudah, tapi penuh dengan tantangan berat. Bahkan taruhannya adalah nyawa. Di laut ia harus menghadapi blockade tentara Belanda yang dilengkapi persenjataan muthakir.

Dari hasil pelayaran bolak-balik Riau- Singapura inilah Lim berhasil melakukan barter hasil bumi dengan senjata . Pada akhirnya senjata dari Singapura itu, ia serahkan untuk para prajurit Indonesia .

Liem Koen Hian adalah pendiri Partai Tionghoa Indonesia yang dalam gerakannya mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di tahun 1930-an, pemuda ini sangat aktif melakukan propaganda anti Jepang bahkan pernah ditahan oleh penguasa Jepang. Liem pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang merumuskan UUD 1945. Lim adalah salah seorang utusan RI mewakili Indonesia pada perundingan Renville bersama Thio Thian Tjiong. Perundingan antara Belanda dan RI ini diprakarsai oleh AS yang berlangsung di atas kapal angkut USS Renville tanggal 27 Oktober 1947 milik Amerika Serikat.

Masih banyak lagi pejuang etnis China yang telah berjuang untuk kemerdekaan negeri ini. Dalam memperingati Hari Pahlawan tahun ini, hendaknya jangan hanya diisi dengan hening cipta, ziarah ke makam pahlawan dan menyanyiknan Indonesia Raya serta pidato-pidato tanpa makna yang akhirnya mirip pepesan kosong. Jadikan peringatan Hari Pahlawan tahun ini sebagai cermin diri untuk mengkaji setiap pribadi apa yang telah dilakukan untuk negeri ini. Jangan sampai derai air mata para syuhada dan pejuang kemerdekaan semakin pilu. Kepada para ahli sejarah diharapkan untuk dapat meneliti tentang sumbangsih dan perjuangan etnis China untuk negeri ini,agar nama-nama mereka baku dalam sejarah kemerdekaan RI. ***

-------------------------------------------------------------------------------------

Memaknai Jiwa Kepahlawanan

Arek-arek Suroboyo yang dimotori oleh Bung Tomo di Surabaya merupakan bagian integral dari tonggak sejarah untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia. Tonggak sejarah ini hanya sebagai pertanda bahwa memang ada pahlawan di negeri ini.

Tercecer sejumlah nama pahlawan yang telah gugur. Ada yang bernisan, dan tidak sedikit pula yang tidak bernisan.

Bahkan ada yang tidak terkubur sama sekali. Itulah pahlawan dalam dimensi yang lalu. Ke depan, kepahlawanan tetap diperlukan. Pahlawan tetap diperlukan. sebab, kontekstualitas kepahlawanan selalu diperlukana dalam kondisi yang bagaimanapun keadaannya. Terlebih pada saat ini.

Saat Indonesia meradang atas amukan bencana alam yang merusak dengan ganasnya.

Bencana yang tersebar dari seluruh negeri ini telah menelan korban harta benda dan jiwa raga. Mulai dari anak-anak sampai kepada yang dewasa. Dari mulai yang kaya sampai yang miskin. Sehingga setiap jengkal negeri ini terlihat adanya bencana.

Yang disebutkan di atas masih merupakan bencana alam. Belum lagi yang bukan merupakan bencana alam, tetapi efek yang ditimbulkannya sangat luar biasa. Bahkan lebih tragis dari sekladar bencana alam. Bencana moralitas bangsa. Mulai dari moralitas generasi penerusnya sampai kepada moralitas para pejabat yang menyelenggarakan pemerintahan negara.

Lihatlah bagaimana asyik-masyuknya para anggota legislatif yang berpelesiran ke luar negeri dengan bersembunyi di balik studi banding. Studi banding dilaksanakan di tengah bangsa yang meradang karena bencana alam. Sungguh suatu kontradiksi disuguhkan dengan nyata oleh para politisi.

Jiwa Kepahlawan dalam Konteks Kekinian

Saat ini, masalah krusial yang dialami bangsa ini adalah bagaimana membangun jiwa kepahlawanan. Kepahlawanan yang dimaksudkan adalah memberikan yang terbaik kepada yang lain. Hal ini terlebih sangat diharapkan kepada para penyelengara negara.

Sejatinya, daripada berharap banyak kepada manusia yang lain untuk berbuat baik dan ikhlas serta tanpa pamrih; apakah tidak lebih baik mulai dari diri sendiri hal tersebut dilakukan.

Kepahlawanan dalam konteks kekinian diartikan mempunyai sikap peduli terhadap lingkungan sekitar. Jika terjadi sesuatu di lingkungan yangtidak sesuai dengan idealitas, maka akan muncul jiwa dan semangat untuk menatanya lebih baik kembali. Baik itu dalam bentuk lingkungan fisik maupun non-fisik. Lingkungan fisik yang sudah semakin meranggas.

Terlihat dengan semakin menurunnya daya dukung lingkungan terhadap eksistensi mansusia yang mendiaminya. Secara nyata bencana alam yang ada juga memberikan efek negatif bagi manusia. Untuk kondisi yang seperti itu, harus muncul jiwa kepahlawanan agar lingkungan kembali normal. Sikap inilah yang masih minim dipraktikkan oleh sesama.

Begitu pula dengan kodisi lingkungan non-fisik. Lingkungan sosial semakin carut-marut. Hal itu terlihat dengan semakin meningkatnya kebutuhan rasa aman. Ditambah lagi dengan disharmonisasi yang terjadi di tengah masyarakat. Perang antar-warga, antar-kelompok pemuda, antar-pelajar, dan perang dalam bentuk lainnya. Semua itu telah terpapar di depan mata dan disaksikan oleh seluruh penduduk negeri sebagaimana yang disiarkan melalui media massa.

Semua itu memerlukan penanganan yang serius. Diperlukan sikap positif untuk menanggulangi kondisi sosial yang sedemikian. Dan untuk itu, diperlukan sebuah keteladanan yang arif untuk mengeliminasi sikap destruktif tersebut.

Memberikan Keteladanan kepada Masyarakat

Semangat kepahlawanan sejatinya dapat ditularkan oleh para petinggi di negeri ini; mulai dari pemimpin kelas atas sampai kepada kelas bawah. Sebab, keteladanan adalah sesuatu yang sangat penting di dalam membangun karakter bangsa. Membangun karakter bangsa dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bisa melalui jalur pendidikan, jalur agama, jalur kenegaraan, maupun jalur yang lainnya.

Karakter bangsa hendak-nya dijadikan benteng yang kokoh agar eksistensi bangsa ini menjadi lebih baik di mata dunia internasional. Sebab, bangsa-bangsa yang unggul di muka bumi ini adalah mereka yang mempunyai karakter yang baik. Karakter yang bisa dibanggakan sebagai sebuah identitas negara. Karakter bangsa yang terkikis hanya akan membuat bangsa ini menjadi tidak berdaya saing yang tinggi; atau bahkan sama sekali tidak mempunyai daya saing sehingga tidak menjadi perhitungan dalam kancah dunia internasional.

Keteladan bisa dilakukan melalui lembaga pendidikan. Sebab, di lembaga pendidikan ini disemai nilai-nilaikultural bangsa. Disemai akhlakul karimah yang baik untuk dijadikan fondasi yang kokoh bagi generasi penerus. Hal-hal yang seperti inilah yang dilakukan pada jalur pendidikan. Tentunya, hal ini dilakukan sebagai tahap awal dalam komunitas berbangsa. Hal ini dikarenakan, pada tahap selanjutnya yang terpenting adalah bagaimana memberikan keteladanan bagi mayarakat luas. Hal itu sejatinya diberikan oleh para penyelenggara negara. Para penyelenggara negara bertanggung jawab terhadap perilaku yang baik.

Sebab, perangainya akan menjadi contoh-teladan bagi masyarakat luas.

Jadi, kalau ada pejabat publik yang mempunyai perangai yangtidak bisa dijadikan teladan, hendaknya tahu dirilah yang bersangkutan.

Kepahlawanan dalam Memberangus KKN

Apapun nama dan bentuknya dengan keragaman diversifikasinya, KKN akan menyengsarakan rakyat. Dalam sistem birokrasi KKN akan berpengaruh terhadap pelayanan publik dan transparansi pembangunan. Pelayanan publik tidak akan berada dalam kualitas yang baik, serta kualitas pembangunan juga tidak menunjukkan kualitas yang maksimal.

Pada dasarnya KKN itu akan mengurangi hak-hak rakyat Indonesia. Sebab, praktik KKN tersebut ada dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang akan berhubungan langsung dengan rakyat. Ketika akan berhubungan dengan rakyat itulah, kualitas pelayanan akan semakin berkurang. Secara nyata, misalnya dalam lingkungan pendidikan (Kementerian Pendidikan Nasional dan turunannya) yang mengurusi dunia pendidikan, jika di dalamnya terjadi praktik KKN, maka hal tersebut akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan nasional.

Sebab, dalam pelaksanaan pendidikan akan banyak yang tidak sesuai dengan ketetapan prosedural. Padahal pendidikan merupakan sebuah sistem, sebagai satu-kesatuan yang utuh, bukan hanya proses pembelajaran di kelas saja, tetapi infrastruktur serta piranti pendukung lainnya juga sangat penting. Seluruh unsur yang terlibat harus sesuai dengan idealitas pendidikan, mulai guru, siswa, guru, peserta didik, sarana, gedung, buku, BOS, media pembelajaran, regulasi peraturan perundang-undangan, serta seluruh komponen lainnya. Jika salah satu saja yang mengalami hambatan, yang disebabkan oleh terjadinya tindak KKN, maka seluruh sistem itu akan terganggu.

Sehingga terjadi kegagalan dalam pendidikan nasional. Pemberangusan KKN terus menjadi agenda. Hal ini juga menjadi salah satu yang diprioritaskan sampai ke akar-akarnya. Persoalan memberangusnya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas, itu sebenarnya tergantung seberapa besar komitmen untuk itu. Kalau penegakan yang setengah-setengah, maka jangan harap bangsa ini akan semakin membaik.

Dalam konteks yang terkini perbincangan pemberantasan KKN ini juga melibatkan beberapa institusi seperti berbagai kementerian, Polri, Kejaksaan, Tipikor, dan KPK. Komitmen untuk memberangus KKN harus menjadi komitmen bersama. Seluruh komponen yang terlibat harus mempunyai kadar yang sama. Tidak bisa dengan setengah hati. Sebab, jika ada satu komponen yang setengah hati akan membuyarkan seluruh pekerjaan yang sangat besar tersebut.

Selanjutnya, jika ada pihak/institusi yang menghalang-halangi pemberantasan KKN kiranya dapat dilihat sebagai ancaman bersama.

Ancaman yang lebih berbahaya dari epidemi suatu penyakit. Sebab, dampak KKN ini akan berkepanjangan dan akan menyengsarakan ratusan juta nyawa manusia Indonesia. Dan hal itu harus dengan segera diputuskan mata rantainya. Tanpa pemutusan mata rantai itu, maka KKN ini akan terus hidup dan menggerogoti kesejahteraan. Akibatnya, kemiskinan dan ketidakberdayaan secara ekonomi akan meluluhlantakkan sendi-sendi bangsa ini. Itulah dampak yang paling parah dari perilaku KKN.

Semoga bangsa ini dapat memaknai jiwa kepahlawanan secara kekinian dengan tetap mengedepankan pembangunan (moralitas) bangsa. Semoga saja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar