Rabu, 18 Agustus 2010

Refleksi Kesejarahan Kemerdekaan Indonesia

Tanggal 17 Agustus 2010 ini genap 65 tahun sudah kemerdekaan (independent) kita rasakan. Sebagai bangsa yang besar rasanya penghormatan yang besar layak kita haturkan kepada para pahlawan yang telah gugur memperjuangkan kemerdekaan Indonesia

dari tangan penjajah sembari juga secara ikhlas dan jujur rasa syukur harus terus kita panjatkan ke hadirat Tuhan YME dengan segala kasih sayangnya memberi kesempatan pada negeri ini mengecap kemerdekaan terbebas dari belenggu kolonialisme (penjajahan).

Mungkin sudah menjadi hal yang lumrah peringatan 17 Agusutus setiap tahun diperingati sebagai hari yang bersejarah bagi negeri ini dan selalu di sambut dengan meriah oleh segenap tumpah darah Indonesia. Berbagai acara pun digelar mulai dari Upacara Peringatan hari kemerdekaan ala kepresidenan sampai berbagai perlombaan yang akrab dilaksanakan setiap masyarakat. Secara sederhana menurut penulis itu merupakan cara bagaimana masyarakat memperingati hari bersejarah tersebut. Namun satu hal yang pasti seyogyanya peringatan 17 Agustus selayaknya tidak cukup diisi dengan perayaan atau kegiatan yang bersifat entertain saja namun juga harus dilengkapi dengan Refleksi sejarah peristiwa 17 Agustus tersebut sebagai hari keramat bagi bangsa ini. Hal ini bertujuan menciptakan pemahaman yang berkesinambungan (continuenable) diantara anak bangsa sehingga akhirnya semangat Nasionalisme semakin terpatri di dada generasi saat ini.

Tulisan ini mencoba merekam kembali memori perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia khususnya menjelang detik-detik pernyataan kemerdekaan Indonesia keseluruh seantero dunia.

Kolonialisme Indonesia

Tidak bisa disangkal Indonesia memang menjadi salah satu primadona bagi bangsa-bangsa asing khususnya Eropa pada abad 15 untuk melakukan ekspansi dan pendudukan di Negara-negara tujuan termasuk Indonesia. Indonesia selain dijadikan sebagai lumbung eksploitasi sumber daya alam (Natural resources) namun juga dijadikan sebagai pasar (market) karena pada waktu itu Eropa sedang mengembangkan industri dengan pesat sehingga pada saat itu Eropa surplus barang hasil produksi dan miskin wilayah pemasaran. Maka untuk mengatasi hal itu kebanyakan Negara-negara Eropa pada saat itu mencari Negara-negara yang bisa dijadikan sebagai pasar untuk menjual barang-barang hasil produksi tersebut. Dan salah satu wilayah primadona tersebut adalah Asia.

Sejak 1511 Portugis datang untuk pertama kalinya di daerah Malaka di bawah pimpinan Alfonso d Alberqueque selanjutnya di susul dengan Spanyol, Belanda (1665), Inggris, Amerika, Jepang (1942). Walaupun dengan motif yang berbeda tapi setidaknya bangsa-bangsa asing tersebut menjadikan Indonesia sebagai Negara koloni (jajahan).

Itulah sebabnya keterpurukan yang dialami Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran serta Negara penjajah itu. Selama lebih dari tiga abad lamanya Indonesia sudah mengalami pahit getirnya menjadi Negara koloni. Oleh Belanda selama 350 tahun dan Jepang selama 3,5 tahun (Data sejarah nasional pada umumnya) ini tidak termasuk dengan periode masuk Portugis, Spanyol, Inggris dan sebagainya.

Artinya bisa kita pahami bahwa sekian lama Indonesia yang dulunya masih asing di telinga bangsa-bangsa yang sebelumnya sudah eksis dalam percaturan internasional mengalami sejarah kelam kolonialisme. Maka tidak heran bila di awal-awal kemerdekaan Indonesia sangat konsen (concern) terhadap permasalahan kolonialisme di dunia internasional. Setidaknya dapat kita lihat dalam dua peristiwa internasional seperti Konfrensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung (1955) dan juga gerakan Non-Blok (1961).

Dalam kedua event internasional tersebut Indonesia menjadi aktor utamanya sebagai penggerak.

Pergolakan Kemerdekaan Indonesia

Sejarah panjang dan kelam yang dialami bangsa Indonesia menyisakan duka dan sesak yang mendalam bertahun-tahun menjadi Negara koloni dan dibawah kekuasaan Negara lain mengakibatkan trauma yang mendalam dan tentu saja menghasilkan spirit perjuangan untuk terbebas dari jeratan kolonialisme.

Pergolakan melepaskan dari belenggu kolonialisme sebenarnya menggejala hampir di seluruh wilayah nusantara pada era kerajaan kuno sampai era kerajaan Islam semisal Mataram, Demak sampai era abad 18. Perbedaan masa dan strategi perjuangan jelas mempengaruhi konstelasi politik pada saat itu.

Dalam hal ini perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan mencapai titik kulminasinya pada 17 Agustus 1945 dengan dikumandangkan proklamasi oleh Soekarno dan Hatta. Penegasan kemerdekaan Indonesia tersebut jelas melalui jalan yang panjang (long way).

Pejuang kemerdekaan yang top pada saat itu (1900-an) seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Soepomo, Sjahrir dan sebagainya begitu gencar mengumandangkan Nasionalisme dan persatuan keprihatinan mereka seperti yang direkam oleh Muji Sutrisno (2005) dikarena ketertindasan dan keterbelakangan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang inlander. Hal ini juga yang diungkapkan Soekarno melalui tulisannya mencapai Indonesia merdeka (1933) bahwa Indonesia harus terbebas dari belenggu penjajahan.

Di detik-detik menjelang proklamasi ketegangan juga terjadi diantara para penghulu Indonesia saat itu yang lebih dikenal pertentangan antara golongan tua (Soekarno-Hatta) dengan golongan muda yang diwakili oleh Sukarna, Sudanko Singgih dan sebagainya. Pertentangan itu membuahkan peristiwa yang kita kenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Dimana pada saat itu para pemuda mengamankan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk mendesak dwi tunggal tersebut segera mengumandangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Alasan yang dihadirkan oleh para pemuda itu adalah kekalahan Jepang dari Amerika setelah dua kota penting Jepang Hiroshima dan Nagasaki di bombardir oleh AS pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Dengan kejadian itu golongan muda mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Sebelum Jepang kembali menata kekuatannya dan kembali menancapkan kekuasaannya di Indonesia.

Selain itu menurut mereka (baca golongan muda) tahap-tahap menuju kemerdekaan sebenarnya sudah jelas selain takluknya Jepang di tangan Amerika dan sekutunya (1945) juga persiapan di dalam negeri sendiri seperti terbentuknya panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas menyelidiki dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Setelah diskusi yang alot akhirnya Soekarno dan Hatta bersepakat mengumandangkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No 56.

Lewat berbagai diplomasi yang dilakukan oleh putra-putra terbaik Indonesia tersebut maka akhirnya kemerdekaan yang dinantikan lahir. Namun perjuangan tidaklah berhenti sampai di sini karena pada kenyataannya Belanda tidak serta merta membiarkan Indonesia menikmati kemerdekaan tersebut dengan berbagai upaya baik dari berbagai macam perjanjian diplomasi (Perjanjian Linggarjati, Renvile) bahkan aksi militer juga dicoba dilancarkan oleh Belanda melalui Agresi I dan Agresi II untuk kembali menancapkan kekuasaannya kembali di Indonesia.

Namun dengan perlawanan yang diberikan oleh pejuang-pejuang Indonesia usaha untuk menduduki kembali bumi Indonesia tidak berhasil dilaksanakan oleh Belanda. Alhasil Indonesia kembali terbebas dari percobaan usaha kolonialisme yang coba di mainkan kembali oleh Belanda dengan diboncengi oleh sekutu.

Pengalaman pahit atas penderitaan kolonialisme itulah yang menciptakan traumatic yang mendalam bagi pejuang-pejuang kita pada saat itu sehingga wajar saja perjuangan baik diplomasi ataupun mengangkat senjata menjadi alternatif yang harus dilakukan jika memang tidak ingin kembali menjadi bangsa yang terjajah.

Kesimpulan

Jalan panjang (long way) mencapai kemerdekaan jelas bukan hal yang mudah untuk menjadi bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa ini sudah paham benar bagaimana sakitnya menjadi bangsa yang terjajah atau menjadi korban kolonialisme. Catatan hitam kolonialisme itulah yang menjadi prinsip, falsafah perjuangan bangsa ini di awal-awal kemerdekan hingga saat ini yaitu semangat anti kolonialisme.

Ada baiknya kemerdekaan yang sudah diwariskan oleh para pejuang kita sembari kita syukuri juga kita isi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi bangsa dan bernegara dengan merajut kebhinekaan menjadi Bhineka Tunggal Ika. Terima kasih pahlawan selamat hari kemerdekaan 17 Agustus 2010. ***


Oleh : Dana Permana, S.Sos
Penulis adalah staf pengajar Departemen Ilmu Politik FISIP USU,Pengasuh Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Politik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar